Kamis, 19 April 2012

100 Ramalan Jayabaya yang telah terbukti


Sebagai raja dan pujangga, Jayabaya memandang jauh ke depan dengan mata hati dan perasaan. Ia meramalkan keadaan kacau balau, yang disebutnya sebagai wolak-walik ing zaman. Keadaan zaman serba jungkir balik.

Berikut daftar ramalan Jayabaya:

1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.

2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.

3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.

4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.

5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.

6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.

7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.

8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.

9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.

10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.

11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik

12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.

13. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.

* Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.

14. Ora ngendahake hukum Allah--- Tak peduli akan hukum Allah.

15. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.

16. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.

17. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.

18. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.

19. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.

20. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.

21. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.

22. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.

23. Nantang bapa--- Menantang ayah.

24. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.

25. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.

26. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.

27. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.

28. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil

29. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil

30. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil

31. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.

32. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.

33. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.

34. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.

35. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.

36. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.

37. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.

38. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.

39. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).

40. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.

41. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan

42. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.

43. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.

44. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira/kejantanan

45. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.

46. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.

47. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.

48. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.

49. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar istri/suami.

50. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.

51. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.

52. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).

53. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.

54. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.

55. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.

56. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.

57. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.

58. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.

59. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.

60. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.

61. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.

62. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.

63. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.

64. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.

65. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.

66. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.

67. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.

68. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.

69. Akeh laknat--- Banyak kutukan

70. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.

71. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.

72. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.

73. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.

74. Guru disatru---Guru dimusuhi.

75. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.

76. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.

77. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.

78. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.

79. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.

80. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.

81. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.

82. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.

83. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.

84. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.

85. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.

86. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.

87. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.

88. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.

89. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.

90. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.

91. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.

92. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.

93. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.

94. Akeh barang haram---Banyak barang haram.

95. Akeh anak haram---Banyak anak haram.

96. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.

97. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.

98. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.

99. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.

100. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.

Sabtu, 14 April 2012

Popularitas yang berbeda Briptu Norman era 60 an





Kota batik Pekalongan di pertengahan tahun 1960an menyambut fajar dengan kabut tipis , pukul setengah enam pagi polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikan pangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir.

Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya.

Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat.

“Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.

Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh.

“Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.

“Bapak melangar verbodden , tidak boleh lewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir , orang sebesar sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari jogja ke pekalongan yang jauhnya cukup lumayan., entah tujuannya kemana.

Setelah melihat rebuwes , Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan , namun sultan menolak.

“ Ya ..saya salah , kamu benar , saya pasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.

“ Jadi…?” Sinuwun bertanya , pertanyaan yang singkat namun sulit bagi brigadir Royadin menjawabnya .

“Em..emm ..bapak saya tilang , mohon maaf!” Brigadir Royadin heran , sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya, jangankan begitu , mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Rajapun beliau tidak melakukannya.

“Baik..brigadir , kamu buatkan surat itu , nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwun meminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.

Surat tilang berpindah tangan , rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada sinuwun sebelum sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal.

Beberapa menit sinuwun melintas di depan stasiun pekalongan, brigadir royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.

Saat aplusan di sore hari dan kembali ke markas , Ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproses hukum lebih lanjut.,Ialu kembali kerumah dengan sepeda abu abu tuanya.

Saat apel pagi esok harinya , suara amarah meledak di markas polisi pekalongan , nama Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.

“Royadin , apa yang kamu lakukan ..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa , ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan kekiri bolak balik.

“ Sekarang aku mau Tanya , kenapa kamu tidak lepas saja sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia , ngerti nggak kowe sopo sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nada bicaranya.

“ Siap pak , beliau tidak bilang beliau itu siapa , beliau ngaku salah ..dan memang salah!” brigadir Royadin menjawab tegas.

“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia ..ojo kaku kaku , kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Ini bisa panjang , bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.

Brigadir Royadin pasrah , apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg(keras kepala) kedengarannya.

Kepala polisi pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan sinuwun , masih di Tegalkah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu , mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar , keberadaa sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.

Usai mendapat marah , Brigadir Royadin bertugas seperti biasa , satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.

Suatu sore , saat belum habis jam dinas , seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan soko yang memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.

“Royadin….minggu depan kamu diminta pindah !” lemas tubuh Royadin , ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak dipinggir kota pekalongan setiap hari , karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .

“ Siap pak !” Royadin menjawab datar.

“Bersama keluargamu semua, dibawa!” pernyataan komisaris mengejutkan , untuk apa bawa keluarga ketepi pekalongan selatan , ini hanya merepotkan diri saja.

“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.

“Ngawur…Kamu sanggup bersepeda pekalongan – Jogja ? pindahmu itu ke jogja bukan disini, sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana , pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat.!” Cetus pak komisaris , disodorkan surat yang ada digengamannya kepada brigadir Royadin.

Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan yang intinya : “ Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja , sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tangani sri sultan hamengkubuwono IX.

Tangan brigadir Royadin bergetar , namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaan orang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini .

“ Mohon bapak sampaikan ke sinuwun , saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan , ini tanah kelahiran saya , rumah saya . Sampaikan hormat saya pada beliau ,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya !” Brigadir Royadin bergetar , ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX , Amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.

July 2010 , saat saya mendengar kepergian purnawirawan polisi Royadin kepada sang khalik dari keluarga dipekalongan , saya tak memilki waktu cukup untuk menghantar kepergiannya . Suaranya yang lirih saat mendekati akhir hayat masih saja mengiangkan cerita kebanggaannya ini pada semua sanak family yang berkumpul. Ia pergi meninggalkan kesederhanaan perilaku dan prinsip kepada keturunannya , sekaligus kepada saya selaku keponakannya. Idealismenya di kepolisian Pekalongan tetap ia jaga sampai akhir masa baktinya , pangkatnya tak banyak bergeser terbelenggu idealisme yang selalu dipegangnya erat erat yaitu ketegasan dan kejujuran .

Hormat amat sangat kepadamu Pak Royadin, Sang Polisi sejati . Dan juga kepada pahlawan bangsa Sultan Hamengkubuwono IX yang keluasan hatinya melebihi wilayah negeri ini dari sabang sampai merauke.

Depok June 25' 2011
Aryadi Noersaid

UULAJ No.22 Tahun 2009: Apakah Konvoi Di Larang?

Konvoi sudah jamak
dilakukan oleh komunitas otomotif.. Baik yang dikawal oleh petugas resmi
dari kepolisian maupun swadaya oleh klub yang bersangkutan.

Tapi menilik pasal 134 UULAJ No. 22 2009, konvoi harus direposisi lagi
maknanya. Sebab pasal ini tegas menyebut ada kendaraan yang memang
dapat hak untuk didahulukan.

Pertama, mobil pemadam kebakaran yang sedang laksanakan tugas. Kedua,
ambulans yang sedang angkut orang sakit. Ketiga, kendaraan yang sedang
beri pertolongan pada kecelakaan lalu lintas. Keempat, kendaraan
pimpinan lembaga negara Republik Indonesia.






Urutan kelima, kendaraan yang bawa pimpinan dan pe­jabat asing serta
lembaga in­ternasional yang sedang jadi tamu negara juga dapat
keutamaan. Urutan selanjutnya adalah iring-iringan jenazah. Terakhir,
konvoi untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas
kepolisian juga dapat hak didahulukan.



DIATUR

“Tapi jangan berpretensi bahwa konvoi oleh masyarakat itu dilarang,”
tegas Kurniadi Sulistyomo seorang praktisi hukum. Ia sebutkan kalau
pasal 134 tidak melarang konvoi, tapi mengatur siapa saja yang bisa
didahulukan saat berada di jalan raya.

“Analoginya mudah, jika dalam perempatan jalan dari tiga arah yang
berbeda ada kendaraan muncul kendaraan yang termasuk didahulukan tadi
maka mana yang memang diutamakan,” sebut praktisi hukum dari kantor
pengacara Wahyu Nugroho itu. Yang belum didahulukan tetap harus
mematuhi peraturan dan rambu yang lalu lintas. Konvoi klub juga wajib
paham soal ini.






Nah jika ada konvoi yang terputus, ambil contoh oleh lampu merah,
menurut Kurniadi maka rombongan yang tertinggal tak bisa menerobos.
"Harus berhenti, rombongan yang lolos lampu merah silakan menunggu di
depan," ujarnya.

“Peraturan ini menutup peluang jika ada komunitas atau klub yang merasa
punya ‘backing’ saat berkonvoi di jalan,” sambut Amroe Wahyudi yang
ketua FK3O. Ia menyebut bahwa komunitas roda empat yang tergabung dalam
FK3O tak ada yang menolak aturan baru ini.

Penulis/Foto: eRIE / Octa

Berita Mengenai Otomotif, Klik www.otomotifnet.com

Kamis, 12 April 2012

Honda New Blade 110R Racing Look

Honda New Blade 110R Racing Look

This Motorcycle Honda New Blade 110R Racing look spirit of racing was deliberately planted by PT. Astra Honda Motor (AHM) on new moped, Honda Blade 110R. with Sporty design to launch a variant also had Repsol Honda livery makes it appear like a racing grandstand.

Honda New Blade 110R Racing Look.

AHM also showed off a modified version 110cc motorcycle on the sidelines of the launch yesterday afternoon. The setting up of this modification of the internal AHM. In view real if it’s deliberately set up for racing. The execution of its body is not too much changed from the standard version. Just take off all traffic devices including blinded the headlamps on the handlebars, even setripingnya be left standard.
Interestingly there is reinforcing rods in the Underbone, of course, this will add a useful framework rigidity during cornering. Go to the legs and notice the details of each component is installed.
Modifikasi Honda Blade 110R Racing Look.
Honda New Blade 110R Racing Look are still using Rims standard but has been wrapped with slick tires. using Showa brand rear suspension product’s, Footstep Yoshimura and wide front disc brake. Being the indicator panel on the handlebars was on leave just tachometers only. [Source: motorplus-online.com]